cover
Contact Name
-
Contact Email
aljamiah@uin-suka.ac.id
Phone
+62274-558186
Journal Mail Official
aljamiah@uin-suka.ac.id
Editorial Address
Gedung Wahab Hasbullah UIN Sunan Kalijaga Jln. Marsda Adisucipto No 1
Location
Kab. sleman,
Daerah istimewa yogyakarta
INDONESIA
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies
ISSN : 0126012X     EISSN : 2338557X     DOI : 10.14421
Al-Jamiah invites scholars, researchers, and students to contribute the result of their studies and researches in the areas related to Islam, Muslim society, and other religions which covers textual and fieldwork investigation with various perspectives of law, philosophy, mysticism, history, art, theology, sociology, anthropology, political science and others.
Articles 9 Documents
Search results for , issue "No 52 (1993)" : 9 Documents clear
Tafsir Al-Qur’an (studi Perbandingan antar Tafsir Tradisional dan Modern) Abdur Rachim
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.118-126

Abstract

Tafsir adalah pengertian yang populer di dalam masyarakat Islam sebagai ungkapan dari "Kasyfu Al-Ma'na wa banatuhu" yang berarti menyingkap makna yang terselubung dan menjelaskan artinya. Dari pengertian ini dapat terlihat bahwa Tafsir ialah usaha seseorang dengan sekuat kemampuannya untuk menjelaskan maksud dan tujuan dari serentetan susunan kata, sehingga dapat difahami dan dipraktekkan sesuai dengan arti dan maksud yang terkandung dari serentetan susunan kata itu. Mengingat pola kemampuan orang dalam menjelaskan susunan kata itu sangat bervariasi dan bertingkat-tingkat, maka kemampuan seseorang untuk menjelaskan susunan kata itu beraneka ragam pula. Bila penjelasan yang dikemukakan seseorang itu dari aspek hukum terkenalah penjelasannya dengan ''yuridical interpretation" atau penafsiran secara hukum. Dan bila penjelasan itu didasarkan pada bandingan fenomena yang lain disebut analogical interpretation dan bila penjelasan itu didasarkan pada paramasastera disebut gramatical interpretation. Dapat dikatakan bahwa penafsiran itu beraneka ragam sesuai dengan kesanggupan manusia dalam usaha mengungkapkan makna susunan bahasa itu. Bila kata Tafsir itu dikaitkan dengan Al-Qur'an atau disandarkan kepadanya, maka usaha manusia untuk menjelaskan susunan kata itu ialah usaha untuk mengungkapkan susunan bahasa yang diyakini datang dari Allah SWT, yang terkenal dengan Tafsir Al-Qur'an.
Hadis Palsu Abdul Chaliq Muchtar
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.38-58

Abstract

Hadits palsu menurut istilah Ilmu Hadits disebut "maudlu" ialah bentuk isim maf'ul dari kata-kata wadla'a yadla'u wadl'an artinya yang diletakkan, yang dibiarkan, yang digugurkan (masquth), yang ditinggalkan (matruk), yang dibuat-buat (mukhtaliq), dapat juga diartikan sebagai judul pidato atau makalah. Jika perkataan maudlu' dihubungkan dengan nama sebuah hadits maka menurut istilah ilmu hadits ialah:مانسبالىالرسول صلى الله عليه وسلم اختلافاوكذباممالم يقله اويفعله اويقرهSesuatu yang dibuat-buat dan dipalsukan berasal dari Nabi, padahal Nabi tidak pernah mengatakan, tidak pernah mengerjakan dan tidak pernah menyatakan hal itu. Membuat hadits palsu adalah larangan keras dalam Islam, karena merusak agama dan membohongi Rasul. Beliau bersabda:ان كذباعلي ليس ككذب على احد,ومن كذب علي متعمدافليتبوامقعده من النار(رواه كتب السنه)Berdusta atas namaku, tidak sama dengan berdusta atas nama orang lain. Barang siapa yang sengaja berdusta atas namaku, bersiap-siaplah untuk menempati neraka.
Agama dan Kebudayaan dalam Pembangunan Nasional: Persepektif Seorang Muslim M. Yusron Asrofie
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.127-132

Abstract

Agama dan kebudayaan merupakan dua substansi yang berlainan, tetapi dalam perwujudannya bisa saling bertaut, saling mempengaruhi, saling isi mengisi dan saling mewarnai perilaku seseorang. Agama merupakan suatu nilai normatif yang ideal, sedangkan kebudayaan merupakan suatu hasil budi daya manusia yang bisa bersumber atau berdasar dari agama atau dari akal pikirannya sendiri. Agama berbicara mengenai ajaran yang ideal, sedangkan kebudayaan merupakan realitas dari kehidupan manusia dan lingkungannya. Di dalam sejarah, agama selalu ditantang oleh kemajuan peradaban manusia: nilai dan cita ideal agama tidak selalu berjalan sejajar dengan nilai dan cita ideal serta realitas budaya yang ada. Agama (terutama dari sisi penghayatan pemeluknya) sering dikritik dan dituduh anti kemajuan karena menghalangi manusia dari dinamika dan merubah nasibnya menjadi lebih baik di dunia ini dengan mengajarkan pada manusia impian-impian khayal tentang dunia yang lain (akhirat). Agama menyandarkan diri pada ajaran-ajaran moral yang tidak praktis dan efektif. Sementara itu, kebudayaan modem membangun dunia berdasar motif­motif manusia yang nyata. Bagi kaum agama, pembangunan dan kemajuan dunia modern yang menekankan segi material hanya memperkuat motif-motif keserakahan, kecemburuan sosial, ingin menguasai sendiri, dan motif-motif yang sangat mendahulukan kepentingan pribadi (individualistik). Semua itu menghalangi kemungkinan pemenuhan kebutuhan rohani. Lebih-Iebih lagi, penekanan aspek hubungan manusia dengan alam dalam rangka kemajuan dan pembangunan cenderung untuk tidak memanusiakan manusia, artinya tidak manusiawi, karena manusia Iainnya dianggap sebagai fenomena sekunder. Akibatnya, kehidupan masyarakat tidak harmonis. Masyarakat yang ideal adalah masyarakat yang berdasar aspirasi rohani bersama, saling mencintai dan sating mengasihi. Di sinilah agama berfungsi sebagai kritik sosial terhadap budaya sebagian manusia di dunia ini yang cenderung serakah, menumpuk harta dengan membiarkan orang lain kelaparan, mementingkan diri sendiri, mewah, boros dan ingin menguasai sendiri.
Eksistensi hukum Rajam dalam Pidana Islam Abd. Salam Arief
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.59-76

Abstract

Setiap hukum atau aturan yang diundangkan, baik hukum itu datang dari Tuhan atau disusun oleh manusia senantiasa bertujuan untuk mengatur tatanan kehidupan manusia dan masyarakat, serta untuk melindungi kepentingan manusia dalam aktifitas kehidupannya. Oleh karena itu tidak ada suatu aturan atau hukum yang mengikat kecuali diundang itu, tidak ada suatu aturan atau hukum yang mengikat kecuali diundang yang berperan sebagai subyek hukum. Demikian pula dalam syari’at Islam, aturan dan ketentuan hukum terhadap suatu persoalan sebelum diberlakukan, terlebih dahulu diungkapkan oleh al-Qur’an atau Sunnah Nabi yang sekaligus juga keduanya menjadi sumber hukum. AI-Qur’an surat al-Isra’ ayat 15 secara jelas menginformasikan sebagai berikut:وماكنامعذبين حتى نبعث رسولاDan Kami tidak akan mengazab sebelum Kami mengutus seorang Rasul. Dalam surat al-Qassas ayat 59 diungkapkan:وماكان ربك مهلك القرى حتى يبعث فى امهارسولايتلواعليهم اياتناDan tidaklah Tuhanmu membinasakan kota-kota, sebelum Dia mengutus di ibukota itu seorang Rasul yang membacakan ayat-ayat Kami kepada mereka. Dari kedua ayat tersebut diatas, kemudian terumuskan Qawaid Usuliah Sha’iyyah yang berbunyi:لاحكم لا فعال العقلاء قبل ورود النص Sebelum ada ketentuan nas, tidak ada hukum bagi perbuatan orang yang berakal. Al-Qur'an sebagai sumber hukum Islam yang pertama tidak menyebutkan adanya hukuman rajam. Di dalam al-Qur'an hanya dikenal istilah hukuman jilid terhadap pezina. Penetapan adanya hukuman rajam hanya diketahui dari Hadis yang dikenakan terhadap pezina muhsan. Dari sumber kedua, yaitu Hadis inilah, kemudian timbul perbedaan pendapat mengenai sah dan tidaknya diberlakukan hukuman rajam terhadap pezina muhsan. Bagi pihak yang menolak hukuman rajam berargumentasi bahwa hadith yang menunjukkan adanya hukuman rajam itu terjadi sebelum turun surat al-Nur ayat 2, sedangkan pihak yang mengukuhkan adanya hukuman rajam berpendapat sebaliknya. Perdebatan dan perselisihan pendapat ini begitu menarik, dengan argumentasinya masing-masing pihak berusaha memperkuat pendapatnya.
Masyarakat Akademik dan Penyebaran Ilmu Pengetahuaan Alef Theria Wasim
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.1-8

Abstract

Untuk dapat diketahui, dikenal dan diakui, masyarakat akademik perlu menginformasikan pokok-pokok pikiran baik bersifat lontaran maupun tanggapan yang berupa pemikiran-pemikiran, ide-ide, penemuan­penemuan, teori-teori keterangan-keterangan dan sebagainya, kepada masyarakat. Karena itu adanya suatu media penyampaian infonnasi akademik dipandang perlu. Media dimaksud dapat berupa jurnal, bulletin, atau yang semacam itu. Dimaksud dengan jurnal dan bulletin dalam pembicaraan ini adalah jurnal ilmiah atau jurnal akademik dan bulletin akademik. Suatu Lembaga ilmiah (atau lembaga akademik) apalagi universitas-universitas terkenal, biasanya memiliki setidak-tidaknya jurnal dan bulletin akademik. Entah diterbitkan oleh universitasnya, entah oleh fakultasnya atau oleh jurusan­jurusannya atau bahkan oleh lembaga-lembaga yang ada di lingkungan akademik dimaksud. Masyarakat akademik dimaksudkan disini bukan hanya masyarakat universitas atau masyarakat perguruan tinggi saja akan tetapi juga kelompok-kelompok profesi semisal kelompok profesi kedokteran, teknik, antropologi, sosiologi, hukum, beberapa kelompok profesi bidang budaya, "kelompok studi (ke)wanita(an)" dan "kelompok studi keagamaan ".
Agama dan Politik Abdul Muis Naharong
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.77-91

Abstract

Hubungan agama dengan politik atau hubungan agama dengan negara adalah suatu topik yang banyak diperbincangkan oleh para sarjana di Barat dan Timur selama dekade terakhir. Hal ini disebabkan oleh beberapa peristiwa penting yang terjadi dibeberapa tempat di belahan bumi ini, di antaranya adalah revolusi Iran, suatu revolusi yang digerakkan oleh keyakinan agama (Shi'ah) dan dipimpin oleh seorang Ayatullah (Khomeini), dan timbulnya gerakan fundamentalisme di dalam berbagai agama. Dari kedua peristiwa atau gerakan tersebut, ada satu hal yang menarik perhatian, yaitu apa yang sering disebut dengan istilah "politisasi agama". (Robertson, 1989: 11) Hal ini nampak pada meningkatnya perhatian yang diberikan oleh kelompok-kelompok keagamaan terhadap issu-issu negara atau pemerintahan, dan meningkatnya minat mereka untuk mengatur negara atau pemerintahan tersebut berdasarkan nilai-nilai keagamaan. Mereka berusaha membuat kebijaksanaan-kebijaksanaan dan program-program yang menurut mereka, dijiwai oleh ajaran-ajaran agama mereka. Fenomena ini tentu saja bertentangan dengan paham yang dianut oleh kebanyakan masyarakat di Barat, yaitu agama dan politik atau negara harus dipisahkan (suatu pemikiran yang sekularistik). Bagi mereka agama adalah urusan pribadi, non politik, berkenaan dengan masalah ketuhanan, yang sakral dan supernatural, sedang politik itu berhubungan dengan masalah-masalah duniawi, yang profane dan temporal.
Jihad Dalam Perspektif Al-Qur’an Muhammad Husni
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.9-22

Abstract

Al-Qur'an sebagai sumber hidayah dan petunjuk hidup dan kehidupan umat Islam berisi berbagai macam prinsip tentang usaha-usaha dan upaya-upaya yang perlu serta harus dilakukan untuk menegakkan nilai­nilai kebenaran yang dibawanya (Al-Qur'an). Persoalan-persoalan yang bertalian dengan ide-ide yang berisi gagasan-gagasan revolusioner tentang penumbuhan dan pengembangan kebenaran ajaran-ajarannya dipaparkan di dalam berbagai ayat yang dikandungnya. Jihad yang menjadi tema pembahasan tulisan ini, merupakan salah satu prinsip dasar sekaligus metode yang digariskan oleh Al-Qur'an, untuk menegakkan nilai-nilai kebenaran yang diajarkannya. Sebagai suatu label spesiftk yang menjadi identitas perjuangan hidup seorang muslim, jihad mendapat perhatian yang cukup besar dari Al-Qur'an. Hingga hampir pada setiap surah-surah Madaniyyah terdapat ayat-ayat yang berisi perintah atau dorongan-dorongan untuk melakukan jihad. Mengingat luasnya ruang Iingkup kajian, penulis hanya akan membatasi pembahasan tema jihad ini pada masalah-masalah: pengertian jihad, macam-macam jihad dan tujuan- tujuan jihad.
Sepuluh Wasiat (Wahyu Allah dalam Perjanjian Lama dan Al-Qur’an) Burhanuddin Daya
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.92-117

Abstract

Yahudi, Nasrani dan Islam adalah tiga agama bersaudara kandung, berasal dari satu sulbi, sulbi Ibrahim. Tetapi kondisi hubungan sejarah ketiganya selalu dalam keadaan konfliks. Konfliks mereka bukan Cuma kontliks teologis, tapi juga ideologis, sosiologis dan kultural. Kondisi eksklusifisme dan intolerance, rasa curiga dan permusuhan, telah berpuluh abad mewarnai hubungan mereka, dan merupakan warisan sejarah yang masih tersisa sampai sekarang. Banyak faktor penyebab semuanya itu, salah satunya adalah klem yang sangat dominan dari masing-masing tentang otentisitas atau orisinalitas wahyu yang dimiliki sebagai dasar yang memiliki otoritas tertinggi, dan keabsolutan kebenaran masing-masing. Terjadi perebutan mati-matian dan tidak henti-hentinya untuk menempati posisi paling puncak oleh masing-masing sepanjang sejarah, semenjak ketiganya saling bersentuhan. Wahyu adalah isyarat atau petunjuk yang diturunkan Allah secara langsung kepada nabi-nabi-Nya, atau dengan perantaraan malaikat untuk kepentingan rnanusia mengenal Tuhan, Alam, Diri Sendiri, dan Niiai dalam hidup dan kehidupannya. Oleh sebab itu gagasan wahyu ini adalah menembus, mencerahkan dan memberi makna bagi seluruh realitas kongkrit, menjadi representasi peraturan sentral kaum yahudi, masehi dan Islam, serta mendominasi seluruh sejarah masyarakat yang tersentuh olehnya.
Penyelarasan Diberlakukannya Hukum Acara Perdata Peradilan Umum Sebagai Hukum Acara Peradilan Agama Khusus di Segi Pembuktian Zina Roihan A. Rasyid.
Al-Jami'ah: Journal of Islamic Studies No 52 (1993)
Publisher : Al-Jami'ah Research Centre

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14421/ajis.1993.052.23-37

Abstract

Alat dari Badan-badan Peradilan untuk menjalankan fungsinya dalam menegakkan hukum dan keadilan atau untuk melaksanakan tugas pokoknya dalam menerima, memeriksa dan mengadili serta menyelesaikan perkara, adalah Hukum Acara Peradilan yang dalam kaitan ini adalah Hukum Acara Peradilan Agama. Sejak berlakunya U.U. No. 7 tahun 1989 (29 Desember 1989), tentang Peradilan Agama, dinyatakan oleh pasal 54 bahwa Hukum Acara yang berlaku pada Peradilan dalam lingkungan Peradilan Agama adalah Hukum Acara Perdata yang berlaku pada Pengadilan dalam Iingkungan Peradilan Umum, kecuali yang telah diatur secara khusus dalam U.U. tersebut. Hukum pembuktian adalah merupakan bagian yang penting dan tidak bisa dipisahkan dari Hukum Acara Peradilan akan tetapi karena ketentuan dalam pasal 54 tersebut tidak memberikan rumusan atau penjelasan lain maka asumsi hukum tentulah bahwa hukum pembuktian yang berlaku di Peradilan Umum akan berlaku pula bagi Peradilan Agama (Peradilan Khusus). Hukum pembuktian itu sangat Iuas karenanya penulis akan membatasi di sini hanya pembuktian zina yang sekaligus sebagai uji terapan atas pasal 54 U.U. No. 7 tahun 1989 di segi itu dan pula merupakan masukan bagi Peradilan Agama dalam penyelesaian perkara perceraian karena zina.

Page 1 of 1 | Total Record : 9


Filter by Year

1993 1993


Filter By Issues
All Issue Vol 61, No 1 (2023) Vol 60, No 2 (2022) Vol 60, No 1 (2022) Vol 59, No 2 (2021) Vol 59, No 1 (2021) Vol 58, No 2 (2020) Vol 58, No 1 (2020) Vol 57, No 2 (2019) Vol 57, No 1 (2019) Vol 56, No 2 (2018) Vol 56, No 1 (2018) Vol 56, No 1 (2018) Vol 55, No 2 (2017) Vol 55, No 2 (2017) Vol 55, No 1 (2017) Vol 55, No 1 (2017) Vol 54, No 2 (2016) Vol 54, No 2 (2016) Vol 54, No 1 (2016) Vol 54, No 1 (2016) Vol 53, No 2 (2015) Vol 53, No 2 (2015) Vol 53, No 1 (2015) Vol 53, No 1 (2015) Vol 52, No 2 (2014) Vol 52, No 2 (2014) Vol 52, No 1 (2014) Vol 52, No 1 (2014) Vol 51, No 2 (2013) Vol 51, No 2 (2013) Vol 51, No 1 (2013) Vol 51, No 1 (2013) Vol 50, No 2 (2012) Vol 50, No 2 (2012) Vol 50, No 1 (2012) Vol 50, No 1 (2012) Vol 49, No 2 (2011) Vol 49, No 2 (2011) Vol 49, No 1 (2011) Vol 49, No 1 (2011) Vol 48, No 2 (2010) Vol 48, No 2 (2010) Vol 48, No 1 (2010) Vol 48, No 1 (2010) Vol 47, No 2 (2009) Vol 47, No 2 (2009) Vol 47, No 1 (2009) Vol 47, No 1 (2009) Vol 46, No 2 (2008) Vol 46, No 2 (2008) Vol 46, No 1 (2008) Vol 46, No 1 (2008) Vol 45, No 2 (2007) Vol 45, No 2 (2007) Vol 45, No 1 (2007) Vol 45, No 1 (2007) Vol 44, No 2 (2006) Vol 44, No 2 (2006) Vol 44, No 1 (2006) Vol 44, No 1 (2006) Vol 43, No 2 (2005) Vol 43, No 2 (2005) Vol 43, No 1 (2005) Vol 43, No 1 (2005) Vol 42, No 2 (2004) Vol 42, No 2 (2004) Vol 42, No 1 (2004) Vol 42, No 1 (2004) Vol 41, No 2 (2003) Vol 41, No 1 (2003) Vol 41, No 1 (2003) Vol 40, No 2 (2002) Vol 40, No 1 (2002) Vol 39, No 2 (2001) Vol 39, No 1 (2001) Vol 38, No 2 (2000) Vol 38, No 1 (2000) No 64 (1999) No 63 (1999) No 62 (1998) No 61 (1998) No 60 (1997) No 59 (1996) No 58 (1995) No 57 (1994) No 56 (1994) No 55 (1994) No 54 (1994) No 53 (1993) No 52 (1993) No 51 (1993) No 50 (1992) No 49 (1992) No 48 (1992) No 47 (1991) No 46 (1991) No 45 (1991) No 44 (1991) No 43 (1990) No 42 (1990) No 41 (1990) No 40 (1990) No 39 (1989) No 37 (1989) More Issue